Minggu, 21 Juni 2015

“PERANG SPANDUK” MENYONGSONG PEMILIHAN WALI KOTA PAREPARE 2008



Martinus Jimung,S.Fil.M.Si[1]

Pemilihan langsung wali kota Parepare 2008 tidak lama lagi. Hal itu ditandai dengan maraknya perang spanduk sebagai bukti ‘kampanye tidak langsung’ yang kian ramai menghiasi kota Parepare dan sekitarnya. Salah satunya, para balon wali kota dan wakil wali kota dalam proposisi atau pernyataan tertulis pada berbagai perang spanduk menyatakan komitmennya untuk ikut bertarung dalam pemilihan langsung wali kota Parepare 2008.
Realitas tersebut dapat kita baca dengan mata telanjang pada berbagai poster atau spanduk yang terpasang di tempat-tempat strategis kota Parepare dan sekitarnya. Seperti di perempatan jalan umum, lampu merah, pertokoan, pasar serta di depan rumah tim suksesi dan para pendukung setianya. Tujuannya, agar dapat dibaca oleh kalangan masyarakat luas.
Menjamurnya perang spanduk para balon wali kota itu menunjukkan kepada masyarakat pemilih bahwa pemilihan wali kota Parepare 2008 kian mendekat. Selain itu, pemilihan wali kota Parepare 2008 akan semakin ‘seru’ karena menampilkan balon putra daerah yang berkualitas serta syarat pengalaman dalam dunia pemerintahan dan politik praktis.
Pertanyaannya, kini bukan lagi mengapa perang spanduk menjadi media kampanye tidak langsung bagi para balon, tetapi apa makna perang spanduk bagi para balon?  Tulisan ini coba menjawab pertanyaan tersebut.

Makna Perang Spanduk
            Ada empat kemungkinan jawaban. Pertama, makna politis, yakni: suatu strategi ‘politik kepentingan’ diri para balon dalam menarik simpati dan empati masyarakat untuk menjatuhkan pilihannya. Karena itu, para balon mengemas bahasa perang spanduknya dalam berbagai bentuk. Antara lain dalam bentuk persuasif, misalnya: ‘Maju untuk mengabdi kepada masyarakat’, ‘Saatnya kaum muda berbicara’, ‘Bangkit untuk perubahan’ dan ‘Mari bersama-sama membangun kota Parepare menjadi kota yang bersih dari perilaku korupsi guna mewujudkan masyarakat sejahtera dan berkeadilan’. Tetapi, ada juga dalam bentuk evoria kedaerahannya yang sangat kental, seperti: ‘Kota Parepare tempatku dilahirkan dan dibesarkan, perkenankan aku mengabdi secara jujur, adil dan amanah’. Selain itu, ada pula dalam bentuk kritikan tajam yang menilai pola kepemimpinan terdahulu tidak berbuat banyak, seperti: ‘Sudah saatnya kita mendukung figur yang bisa berbuat dan siap mengabdi’.
            Kedua, makna ekonomi. Secara ekonomi maraknya perang spanduk setidaknya menunjukkan kemampuan ekonomi para balon bahwa mereka memiliki modal yang besar. Sebab sadar atau tidak pilkada langsung saat ini merupakan ‘judi terbesar’ karena membutuhkan kost yang sangat besar pula. Rupanya hanya orang yang berduit yang berani maju dalam pilkada. Mengapa tidak. Karena secara ekonomi kita bisa memprediksi, bila spanduk atau poster yang ukuran 1 x 2 meter dijual dengan harga Rp100.000, dan kalau 1000 spanduk berarti membutuhkan dana Rp 100 juta. Spanduk saja sudah sangat besar kostnya, apa lagi kalau ditambahkan dengan atribut-atribut lain seperti transport, bendera, pamflet, foto, kartu, baju, tim suksesi, dan sebagainya. Pada tahap ini, mungkin benar keluhan masyarakat bahwa hanya orang bermodal yang bisa maju dalam pilkada langsung bisa dipahami dalam konteks ini. Tetapi, perlu diakui bahwa menjamurnya perang spanduk menjadi penghasilan tambahan bagi kas daerah dan para pelukis. Karena setiap pemasangan spanduk atau poster perlu mendapat izin dari pemerintah daerah, teristimewa dari pemerintah bagian tata kota serta dikenai pajak. Selain itu, para pelukis kebanjiran orde lukisannya sehingga penghasilannya meningkat.
            Ketiga, makna psikologi. Ditinjau dari aspek psikologi, perang spanduk merupakan tanda ‘kegelisahan dan ketidak percayaan diri’ (kurang pede) dari para balon terhadap masyarakat pemilih. Para balon meragukan diri dan kemampuannya, apakah mereka layak mendapatkan dukungan atau tidak dari masyarakat. Karena itu dia menciptakan berbagai sensasi dengan satu misi terselubung agar dia dikenal dan diterima oleh masyarakat luas.
Keempat, makna sosio kemasyarakatan. Secara sosio kemasyarakatan, perang spanduk mengandung makna untuk memperkenalkan diri para balon kepada masyarakat luas bahwa siapa dia sesungguhnya. Selain itu, para balon mau mensosialisasikan visi-misi perjuangannya serta pola kepemimpinannya lima tahun ke depan sehingga pada akhirnya dapat membangkitkan opini masyarakat tentang para balon dan menjatuhkan pilihannya yang tepat. 
Berpijak pada empat makna di atas, dapat disimpulkan bahwa perang spanduk dalam menyongsong pemilihan wali kota Parepare 2008 mengandung dua arah, yakni: bagi masyarakat pemilih dan para balon sendiri. Pertama, bagi masyarakat pemilih, perang spanduk merupakan tahap perkenalan diri para balon dalam mensosialisasikan  visi-misi perjuangannya. Selain itu, sebagai catatan kritis bagi para pemilih untuk menilai apakah sang balon sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan masyarakat atau tidak. Kedua, bagi para balon sendiri, perang spanduk adalah suatu strategi politik kepentingan untuk menarik hati para pemilih. Bagi masyarakat yang tidak kritis dan mudah terbuai (terpengaruh, red) oleh berbagai proposisi para balon akan menimbulkan simpati dan empati untuk menentukan arah pilihannya. Sebaliknya bagi masyarakat yang cerdas, mereka tidak membutuhkan proposisi-proposisi, melainkan pembuktian.  

Tujuan Perang Spanduk
            Satu pertanyaan, apa tujuan perang spanduk menyongsong pemilihan wali kota Parepare 2008? Karena ada kepentingan politik yang mau diperjuangkan. Kepentingan politik yang bukan menjadi rahasia umum lagi, yakni: mendapatkan jabatan dan pengabdian kepada masyarakat.
Kepentingan politik itulah yang membuat para balon berjuang sekuat tenaga mempengaruhi para pemilih untuk menjatuhkan pilihannya. Karena politik adalah ‘seni’ mempengaruhi orang lain. Maka instrument pertama dalam politik bukanlah vox (suara), melainkan argumentasi. Argumentasi itu bertujuan untuk mempengaruhi dan meyakinkn orang lain dalam menentukan sikap atau pilihannya demi mencapai kesejahteraan bersama.
Salah satu bentuk mempengaruhi orang lain dalam kampanye tidak langsung menyongsong pemilihan wali kota Parepare 2008 adalah perang spanduk. Maraknya pemasangan spanduk di berbagai tempat strategis belakangan ini mengubah opini masyarakat untuk menentukan figur yang paling pas yang dapat mengendalikan roda pemerintahan kota Parepare lima tahun ke depan.
Akan tetapi, perang spanduk juga membuka ruang publik untuk mengkaji ulang setiap proposisi para balon dalam perang spanduk itu. Karena tidak selalu merupakan cermin realitas. Pernyataan-pernyataan atau proposisi-proposisi dalam perang spanduk mengandung satu tujuan politik tertentu, yang kadang-kadang masih jauh dari kebenaran.
Socrates dalam logika berpikir kritis menjelaskan apa itu kebenaran (Ibi est verum)? Kebenaran adalah keseimbangan antara teori dan kenyataan, atau antara pernyataan dan tindakan konket dalam kehidupan nyata. Berarti setiap proposisi tidak sekedar bahasa politik untuk mempengaruhi masyarakat, tetapi menuntut diekspresikan dalam hidup kongkrit. Karena masyarakat pemilih semakin cerdas dan kritis membaca efek politik dan kultural dari setiap pernyataan politik.

Implikasi bagi Pemilihan Wali Kota Parepare
            Perang spanduk dapat menjadi sebuah sarana kampanye tidak langsung dan publisitas diri para balon memiliki implikasi yang sangat besar terhadap pemilihan wali kota Parepare 2008. Karena perang spanduk menyongsong pemilihan wali kota Parepare dapat memberikan implikasi ganda.  Di satu pihak, melalui perang spanduk, masyarakat kota Parepare mengungkapkan rasa simpati dan empati terhadap para balon. Di pihak lain, perang spanduk dapat menjadi media penilaian kritis masyarakat terhadap para balon tentang kegigihan perjuangannya untuk kepentingan masyarakat pada umumnya atau kelompok dan partai politiknya.
            Meski perang spanduk menyongsong pemilihan wali kota Parepare 2008 syarat kepentingan politik, tetapi masyarakat diharapkan tetap positive thinking. Sebagai peserta pemilih, kita semestinya mendukung sang balon untuk maju. Tetapi di pihak lain tidak menghilangkan penilaian kritis kita terhadap balon, mana yang benar-benar berjuang untuk kepentingan masyarakat, dan  mana yang tidak. Pemilihan secara langsung wali kota Parepare 2008 adalah batu ujian bagi reformasi dan demokratisasi di daerah Parepare, apakah masyarakat memilih balon karena sesuai pilihan nuraninya atau karena kepentingan politik tertentu. Mengapa tidak.*


[1]Martin Jimung, S.Fil.M.Si dosen Sosiologi dan Kewiraan AKPER Fatima Parepare.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar