Martinus
Jimung,S.Fil.M.Si.M.Kes
(Dosen Akademi Keperawatan Fatima
Parepare)
Prosesi pelantikan pimpinan
baru Walikota dan Wakil walikota Parepare untuk periode 2013-2018 telah selesai.
Namun secercah harapan dan pertanyaan kritis menggelitik pada pikiran masyarakat. Mungkinkah lima tahun
kedepan Pemimpin baru dapat menghadirkan Pemerintahan bersih dan berprestasi?
Harapan dan pertanyaan kritis ini selain menggugat Walikota dan Wakil walikota
terlantik untuk merespons keinginan masyarakat akan pengelolaan pemerintahan
bersih, juga menuntut masyarakat kota Parepare untuk berpikir dan bertindak
bersih serta berprestasi dalam segala aspek kehidupan.
Dalam konteks pengelolaan
pembangunan daerah, Pemerintahan bersih dan berprestasi dijadikan sebagai salah
satu indikator kemajuan suatu daerah. Bagaimana gagasan Pemerintahan bersih dan
berprestasi tersebut dikonkritisasikan dalam berbagai kebijakan dan pelayanan
nyata yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Bila pertanyaan tersebut
terealisasikan, maka Pemerintahan bersih dan berprestasi merupakan kebutuhan
mendesak yang perlu dimiliki oleh semua pemimpin. Pemerintahan bersih dan berprestasi tidak
cukup hanya terdengar dalam bentuk wacana belaka, melainkan perlu riil dalam
rencana program kerja nyata lima tahun kedepan dan membumi dalam pelayanan konkrit
kepada masyarakat.
Pemerintahan
Bersih dan Berprestasi
Ada korelasi yang
signifikant antara Pemerintahan bersih dan berprestasi dalam pengelolaan
Pemerintahan daerah yang baik. Dua kata tersebut saling berhubungan seperti dua sisi mata uang
yang tak terpisahkan. Pengelolaan pemerintahan yang bersih akan menciptakan
prestasi yang membanggakan. Demikian pula pemerintahan yang berprestasi hanya
mungkin terjadi lahir dari pengelolaan pemerintahan yang bersih. Tidak ada ceritera
pemerintahan berpretasi tanpa pemerintahan bersih, dan tentu saja, tidak ada
keberpihakan pada kepentingan masyarakat tanpa keduanya. Karena itu, mengelola pemerintahan
yang bertanggung jawab dan berpihak kepada kepentingan rakyat pada dasarnya
adalah kewajiban tanggung jawab moral pemimpin dalam mengelola pemerintahan
bersih dan berprestasi.
Dalam
pemerintahan bersih, penempatan pegawai dalam birokrasi tidak didasarkan pada asas
balas budi, tidak pula berdasarkan kedekatan, kekeluargaan, kekerabatan,
kesukuan, keagamaan, kedaerahan dan money politik, tetapi pada faktor-faktor
keahlian, kopetensi, kelayakan dan kepantasannya. Sebaliknya, pengelolaan
pemerintahan yang tidak bersih akan melahirkan nepotisme, kroniisme dan dinasti
sehingga prestasi semakin jauh dari harapan dan kenyataan serta pembangunan daerah
berjalan di tempat. Karena pemerintah tidak bekerja efektif sebagaimana
dituntut oleh tugas dan jabatannya sebagai pemimpin daerah.
Kiranya
jelas bahwa argumen seperti ini didasarkan pada prinsip pemerintahan bersih dan
asas kinerja yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Pemerintahan bersih
dapat mencegah dan bahkan memperkecil kesempatan untuk melakukan penyimpangan
dan penyelewengan. Dengan demikian, yang perlu dilakukan dalam pengelolaan
pemerintahan bersih dan berprestasi bukanlah pada asas balas budi, jasa dan
kedekatan, melainkan pada asas keahlian dan profesionalisme pegawai birokrasi sesuai
bidang tugas yang dikerjakannya. Juga penegakan aturan yang memberi efek jerah
pada pegawai yang kurang disiplin masuk kantor, pencegahan terhadap pemborosan
anggaran tahunan daerah yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat, penertiban terhadap pegawai birokrasi yang kurang
produktif serta penghargaan yang bersifat memotivasi pegawai untuk semakin
menumbuhkan kreativitas dan inovatif berupa kenaikan pangkat dan studi lanjut
bagi pegawai yang produktif dan berprestasi. Selain itu, partisipasi masyarakat,
LSM, tokoh agama, tokoh adat dan para ilmuwan dalam mengkritisi dan memperbaiki
roda pemerintahan serta pembangunan daerah merupakan salah satu faktor yang
patut diperhitungkan dan bahkan didengarkan dalam pengelolaan pemeritahan
bersih dan berprestasi.
Rupanya
ini juga pertimbangannya mengapa masyarakat kota Parepare dalam pilkada lalu menjatuhkan
pilihannya. Pilihan yang merinduhkan pemimpin terpilih yang mampu membawa
perubahan dalam segala aspek, teristimewa pengelolaan pemerintahan bersih dan
berprestasi. Pemimpin yang mendengarkan keluhan rakyat dan tidak diskriminatif
dalam memberikan pelayanan. Pemimpin yang tidak banyak beretorika tetapi
langsung bekerja untuk rakyat serta transparansi dan akuntabilitas. Karena
cukup terbukti dalam beberapa kasus di Indonesia bahwa pengelolaan pemerintahan
yang tidak bersih dan kurang berprestasi cenderung korup dan manipulatif. Pengelolaan
pemerintahan yang tidak bersih dan kurang berprestasi menjadi penghambat bagi
monitoring dan pengawasan rakyat. Akibatnya, penyelewengan dan pelanggaran
pengelolaan pemerintahan bersih dan berprestasi akan terus berjalan sehingga
merugikan kepentingan rakyat banyak.
Harapan
Masyarakat
Pada
dasarnya harapan masyarakat tidak terlalu muluk, mereka hanya menagih realisasi
janji sang pemimpin pada saat kampanye. Karena janji merupakan suatu komitment dan
tanggung jawab moral sang pemimpin dalam mengelola pemerintahan lima tahun
kedepan. Janji juga sebagai strategi politik yang dapat menarik simpati dan
dukungan rakyat untuk maju. Selain itu, janji kampanye merupakan ungkapan pertanggungjawaban
moral sosial yang perlu ditepati dalam tindakan nyata.
Dalam
konteks merealisasikan harapan masyarakat, pemimpin terpilih perlu melahirkan
pemerintahan bersih dan berprestasi. Pemerintahan yang melayani masyarakat dan
bukan partai politik serta para pendukungnya. Pemerintahan yang selalu mengutamakan
kepentingan rakyat dengan jalan: (1) menertibkan birokrasi yang kurang disiplin
dalam bekerja, (2) mengamankan birokrasi yang ABS (asal bapak senang), (3)
menempatkan pegawai sesuai bidang dan profesionalismenya dan (4) menilai
pegawai berbasiskan kenerja dan bukan karena kedekatan, nepotisme dan dinasti.
Karena itu, tak perlu heran jika pada 100 kerja walikota dan wakil walikota
kedepan terjadi perubahan besar-besaran, dimana setiap bidang pekerjaan diisi
oleh pegawai yang sesuai bidang keahliaannya dan pegawai yang mau bekerja untuk
masyarakat. Sebab itulah harapan masyarakat dan tuntutan pemerintahan bersih
dan berprestasi.
Dengan
pemahaman tersebut, fenomena pemerintahan tidak bersih dan kurang berprestasi
sebenarnya bukan persoalan pemerintah semata, melainkan persoalan kita bersama
yang bersumber pada ketidaksesuaian antara kata dan tindakan nyata.
Untuk
mewujudkan pemerintahan bersih dan berprestasi, perlu keberanian dan kemauan
untuk bekerja secara bertanggung jawab dan profesionalisme serta target yang
hendak dicapai, dan bukan sekedar memimpin. Karena itu, pemimpin tidak boleh
kalah menghadapi pegawai yang kurang produktif dalam melaksanakan tugasnya.
Pemimpin harus memastikan kepada masyarakat bahwa dia dipilih untuk melayani
kebutuhan masyarakat bukan keluarga dan kroni-kroninya. Dengan demikian,
harapan masyarakat untuk mendapatkan pemerintahan bersih dan berprestasi bukan
menjadi sebuah utopi belakang, melainkan suatu kenyataan*.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar