Minggu, 21 Juni 2015

‘OPEN HOUSE’ LINTAS AGAMA PAROKI ST. PETRUS RASUL PAREPARE DI TENGAH AGAMA MAYORITAS

Martinus  Jimung[1]


            ‘Open house’ lintas agama Paroki St. Petrus Rasul Parepare di tengah agama mayoritas merupakan hal yang langka dalam kehidupan menggereja. Disebut langka karena bisa dicurigai kehadirannya. Bahkan bisa dituduh sebagai proses Katoliknisasi. Para tokoh agama yang mengadakan ‘open house’ lintas agama dilabel sebagai kaum liberalisme gaya baru yang merusak  doktrin agama. Hal ini bisa menimbulkan kegelisahan bagi kalangan umat beriman. Pertanyaannya, apakah ‘open house’ lintas agama akan mengganggu kehidupan beragama seseorang?
            Realitanya, tidak sesederhana yang diasumsikan itu. Ada agama yang menutup diri terhadap  dunia luar.  Tidak mau ajaran agamanya diketahui atau dipelajari oleh orang agama lain. Bahkan kalau ada orang agama lain yang hidup dan berkembang di lingkungannya ia berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkannya. Tetapi ada agama yang justru lebih terbuka, mau hidup berdampingan dan suka berdialog dengan agama lain, baik dialog kehidupan dan dialog karya maupun dialog dogma/iman.  Terlepas dari label positif dan negatif  di atas, open house adalah suatu kegiatan membuka ‘rumah hati  kita’ untuk bersilaturami dengan sesama, baik yang seiman maupun bukan seiman.
‘Open house’ lintas agama sangat mengandaikan para penginisiator memahami agamanya dan agama orang lain yang mendasari tindakannya, sehingga tuntutan hidup berdampingan sesuai perintah pasal 29 UUD 1945 bisa terwujud. Muncul pertanyaan, mungkinkah hal itu bisa terjadi dalam kehidupan menggereja, mesjid, Wihara dan Pura?
Paroki St. Petrus Rasul Parepare, yang dinakodai oleh Rm.Wilhelmus Tulak,PR pada tanggal 3 Januari 2010 mengadakan ‘open house’ lintas agama bersama jajaran PEMDA Kota Parepare.  Acara ini terinspirasi oleh tema Natal Tahun 2009, yakni: Tuhan itu baik bagi semua orang (Mz. 145:9). Artinya, orang beriman mesti menghayati  Tuhan yang  baik bagi semua orang’ itu dalam kehidupan nyata. Karena Tuhan itu bukan milik sekelompok agama tertentu, melainkan Dia ada untuk semua.  Agama-agama yang dihayati manusia Indonesia hendaknya mencetuskan wajah Tuhan yang baik itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang nyata dalam sikap hidup yang peka dan toleran terhadap agamanya dan agama orang lain. 
‘Open house’ lintas agama sebagai fundasi awal dalam membangun dialog kehidupan dan karya antar agama, sebagaimana ditegaskan oleh RM. Wilhelmus Tulak,Pr  pada kata pembukaan acara ‘open house’ lintas agama paroki St. Petrus Rasul Parepare di tengah agama mayoritas, bukanlah yang sudah jadi, melainkan menjadi sesuatu yang perlu diperjuangkan. Ia lahir dari suatu kesadaran iman bahwa membangun kerja sama lintas agama merupakan suatu kebutuhan mendesak untuk menghasilkan kaum beriman yang tangguh dan tanggap dalam kehidupan bersama. Kenyataan ini diwujudkan dalam sikap dan perbuatan kasih kepada agama-agama lain yang lahir dari keyakinan kepada agama yang dianutinya.  Dengan kata lain, ‘open house’ itu adalah salah satu ‘titik awal’ membangun dialog beda gereja dan beda agama. Ia tidak bertentangan dengan ajaran agama, melainkan berada dalam koridor kepentingan bersama. Maka ‘open house’ lintas agama paroki St. Petrus Rasul Parepare di tengah agama mayoritas, mungkin patut ditiru.
Fenomena ini menunjukkan bahwa umat Katolik Kota Parepare yang berjumlah 3.808 jiwa ‘terbuka’ untuk berdialog dengan semua agama dan pemerintah daerah Kota Parepare. Umat Katolik Kota Parepare tidak menutup diri terhadap dunia sekitarnya, melainkan dia terlibat dan bekerjasama dengan pemerintah. Kenyataan ini diperkuat oleh pernyataan Asisten I Kota Parepare, Anwar Saad,SH.MH dalam kata sambutannya mewakili Wali Kota Parepare ‘memuji keberadaan’ umat Katolik Kota Parepare. Menurut Anwar,  umat Katolik Kota Parepare telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi pembangunan Kota Parepare melalui lembaga pendidikan dan kesehatan maupun melalui pribadi-pribadi yang langsung mengabdikan diri pada lembaga pemerintahan Kota Parepare. Anwar menilai kehadiran lembaga pendidikan Katolik mulai dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi dan Rumah Sakit Fatima Parepare sangat membantu pemerintah daerah untuk mengurangi  angka buta huruf, kematian dini dan penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kota Parepare di satu sisi. Di pihak lain, umat Katolik Kota Parepare tidak melakukan keonaran-keonaran yang membuat pemerintah bekerja ekstra hati-hati, tegas Anwar mengakhiri kata sambutannya.  
Maka, ‘open house’ lintas agama paroki St. Petrus Rasul Parepare di tengah agama mayoritas akan tetap menjadi relevan dan aktual apabila dikembangkan kemampuan secara kontinu dalam berbagai lini kehidupan. Di satu pihak, kemampuan untuk tetap berpegang teguh pada apa yang diyakini. Di lain pihak, tetap terbuka pada pandangan alternatif. Artinya, umat beragama harus berani untuk terbuka, berani untuk membangun dialog beda agama dan beda gereja. ‘Open house’ lintas agama dapat dipilih sebagai salah satu alternatif proses pembaharuan diri dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan berbangsa.
Dengan demikian, ada tiga poin penting yang dapat kita tarik dari ‘open house’ lintas agama paroki St. Petrus Rasul Parepare di tengah agama mayoritas. Pertama, kita perlu memahami agama lain dan agama sendiri secara baik dan benar. Kedua,  berani memulai membuka diri berdialog dengan agama lain. Ketiga, mengkritisi diri bahwa keselamatan itu milik semua agama. Mungkinkah hal itu terjadi? Kalau Paroki St. Petrus Rasul Parepare bisa, bagaimana dengan kita?  Mari kita memulai.** 


[1] Martinus Jimung adalah Dosen Tetap Yayasan Sentosa Ibu pada Akademi Keperawatan Fatima Parepare.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar