Martinus
Jimung[1]
‘Open house’ lintas agama Paroki St. Petrus
Rasul Parepare di tengah agama mayoritas merupakan hal yang langka dalam
kehidupan menggereja. Disebut langka karena bisa dicurigai kehadirannya. Bahkan
bisa dituduh sebagai proses Katoliknisasi. Para tokoh agama yang mengadakan
‘open house’ lintas agama dilabel sebagai kaum liberalisme gaya baru yang
merusak doktrin agama. Hal ini bisa
menimbulkan kegelisahan bagi kalangan umat beriman. Pertanyaannya, apakah ‘open
house’ lintas agama akan mengganggu kehidupan beragama seseorang?
Realitanya, tidak sesederhana yang
diasumsikan itu. Ada agama yang menutup diri terhadap dunia luar. Tidak mau ajaran agamanya diketahui atau
dipelajari oleh orang agama lain. Bahkan kalau ada orang agama lain yang hidup
dan berkembang di lingkungannya ia berusaha sekuat tenaga untuk
menyingkirkannya. Tetapi ada agama yang justru lebih terbuka, mau hidup berdampingan
dan suka berdialog dengan agama lain, baik dialog kehidupan dan dialog karya
maupun dialog dogma/iman. Terlepas dari
label positif dan negatif di atas, open
house adalah suatu kegiatan membuka ‘rumah
hati kita’ untuk bersilaturami dengan sesama, baik yang seiman
maupun bukan seiman.
‘Open house’ lintas agama sangat mengandaikan para penginisiator
memahami agamanya dan agama orang lain yang mendasari tindakannya, sehingga
tuntutan hidup berdampingan sesuai perintah pasal 29 UUD 1945 bisa terwujud. Muncul
pertanyaan, mungkinkah hal itu bisa terjadi dalam kehidupan menggereja, mesjid,
Wihara dan Pura?
Paroki St. Petrus Rasul Parepare, yang dinakodai oleh Rm.Wilhelmus Tulak,PR pada tanggal 3 Januari 2010 mengadakan ‘open house’
lintas agama bersama jajaran PEMDA Kota Parepare. Acara ini terinspirasi oleh tema Natal Tahun
2009, yakni: “Tuhan itu baik bagi semua orang” (Mz. 145:9). Artinya, orang beriman mesti
menghayati ‘Tuhan yang
baik bagi semua orang’ itu dalam kehidupan nyata. Karena Tuhan itu bukan milik sekelompok
agama tertentu, melainkan Dia ada untuk semua. Agama-agama yang dihayati manusia Indonesia
hendaknya mencetuskan wajah Tuhan yang baik itu dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang nyata dalam sikap hidup yang peka dan toleran terhadap agamanya
dan agama orang lain.
‘Open house’ lintas agama sebagai fundasi awal dalam
membangun dialog kehidupan dan karya antar agama, sebagaimana ditegaskan oleh RM. Wilhelmus Tulak,Pr pada kata pembukaan
acara ‘open house’ lintas agama paroki St. Petrus Rasul Parepare di tengah
agama mayoritas, bukanlah yang sudah jadi, melainkan menjadi sesuatu yang perlu
diperjuangkan. Ia lahir dari suatu kesadaran iman bahwa membangun kerja sama
lintas agama merupakan suatu kebutuhan mendesak untuk menghasilkan kaum beriman
yang tangguh dan tanggap dalam kehidupan bersama. Kenyataan ini diwujudkan
dalam sikap dan perbuatan kasih kepada agama-agama lain yang lahir dari
keyakinan kepada agama yang dianutinya.
Dengan kata lain, ‘open house’ itu adalah salah satu ‘titik awal’ membangun dialog beda gereja dan beda agama. Ia tidak
bertentangan dengan ajaran agama, melainkan berada dalam koridor kepentingan
bersama. Maka ‘open house’ lintas agama paroki St. Petrus Rasul Parepare di
tengah agama mayoritas, mungkin patut ditiru.
Fenomena ini menunjukkan bahwa umat Katolik Kota
Parepare yang berjumlah 3.808 jiwa ‘terbuka’ untuk berdialog dengan semua agama dan
pemerintah daerah Kota Parepare. Umat Katolik Kota Parepare tidak menutup diri
terhadap dunia sekitarnya, melainkan dia terlibat dan bekerjasama dengan
pemerintah. Kenyataan ini diperkuat oleh pernyataan Asisten I Kota Parepare, Anwar Saad,SH.MH dalam kata sambutannya mewakili Wali Kota Parepare ‘memuji
keberadaan’ umat Katolik Kota Parepare. Menurut Anwar, umat Katolik Kota Parepare telah memberi
kontribusi yang sangat besar bagi pembangunan Kota Parepare melalui lembaga
pendidikan dan kesehatan maupun melalui pribadi-pribadi yang langsung
mengabdikan diri pada lembaga pemerintahan Kota Parepare. Anwar
menilai kehadiran lembaga pendidikan Katolik mulai dari tingkat SD sampai
Perguruan Tinggi dan Rumah Sakit Fatima Parepare sangat membantu pemerintah
daerah untuk mengurangi angka buta huruf,
kematian dini dan penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kota Parepare di
satu sisi. Di pihak lain, umat Katolik Kota Parepare tidak melakukan keonaran-keonaran
yang membuat pemerintah bekerja ekstra hati-hati, tegas Anwar mengakhiri kata sambutannya.
Maka, ‘open house’ lintas agama paroki St. Petrus
Rasul Parepare di tengah agama mayoritas akan tetap menjadi relevan dan aktual apabila
dikembangkan kemampuan secara kontinu dalam berbagai lini kehidupan. Di satu
pihak, kemampuan untuk tetap berpegang teguh pada apa yang diyakini. Di lain
pihak, tetap terbuka pada pandangan alternatif. Artinya, umat beragama harus
berani untuk terbuka, berani untuk membangun dialog beda agama dan beda gereja.
‘Open house’ lintas agama dapat dipilih sebagai salah satu alternatif proses
pembaharuan diri dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan berbangsa.
Dengan demikian, ada tiga poin penting yang dapat kita
tarik dari ‘open house’ lintas agama paroki St. Petrus Rasul Parepare di tengah
agama mayoritas. Pertama, kita perlu memahami agama lain dan agama
sendiri secara baik dan benar. Kedua,
berani memulai membuka diri berdialog dengan agama lain. Ketiga, mengkritisi diri bahwa keselamatan itu milik semua agama. Mungkinkah
hal itu terjadi? Kalau Paroki St. Petrus Rasul Parepare bisa, bagaimana dengan
kita? Mari kita memulai.**
[1] Martinus Jimung adalah Dosen Tetap Yayasan Sentosa Ibu pada Akademi
Keperawatan Fatima Parepare.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar