Minggu, 21 Juni 2015

KASUS DUGAAN KORUPSI DANA PURNA BAKTI DPRD KOTA KUPANG DAN KESERIUSAN KEJATI NTT, SOK TERAPI ATAU MENCARI POPULARITAS?



                         Martin Jimung*

             Gebrakan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT, Lourensius Serworwora, SH terhadap penanganan kasus dugaan korupsi dana purna bakti DPRD Kota Kupang mendapat respons yang positif dari kalangan masyarakat. Tuntutan hukum bahwa semua warga negara sama dihadapan hukum semakin menemukan titik terangnya. Apakah pejabat publik maupun masyarakat biasa, sama-sama tidak kebal hukum semakin menguat harapan masyarakat untuk segera terwujudnya penegakan supremasi hukum di NTT.
            Dalam kapasitas penguatan harapan itu, muncul dua asumsi besar yang saling bertolak belakang. Asumsi pertama, merupakan kelompok mayoritas yang sebagian besar berasal dari kalangan masyarakat yang haus akan penegakkan hukum yang benar, yang terdiri dari kalangan mahasiswa, LSM, Perguruan Tinggi, Thomas (tokoh masyarakat), Todat (tokoh Adat) dan Toga (tokoh Agama) menghendaki agar kasus dugaan korupsi dana purna bakti DPRD Kota Kupang yang merebak di bumi NTT segera diproses untuk menemukan aktor, siapa yang benar dan salahnya. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa para koruptor yang merugikan negara itu segera diseret kemeja pengadilan agar ia jerah terhadap perbuatannya.
            Sementara itu, ada asumsi kedua yang jumlahnya sangat terbatas menghendaki agar proses pembongkaran kasus dugaan korupsi dana purna bakti DPRD Kota Kupang dan korupsi lainnya selalu mengedepankan azas praduga tak bersalah serta perlu didukung oleh data-data dan fakta-fakta yang akurat demi menjaga faliditasnya sehingga terpelihara nama baik seseorang atau lembaga tertentu. Sebab korupsi merupakan penyakit sosial yang sudah membudaya menerpa negeri Indonesia pada umumnya dan NTT pada khususnya. Hanya selama ini penanganan kasus dugaan korupsi, baik berskala nasional maupun daerah masih sebatas ‘pendataan’ kasus dan penanyaan keterangan para saksi. Persoalan sekarang, Apakah Kejati NTT yang baru, ‘serius serta berani’ menyeret para koruptor yang dinyatakan bersalah mencuri uang negara untuk kepentingan diri atau kelompoknya ke penjarah atau tidak? Inilah yang menjadi tandatanya besar masyarakat NTT saat sekarang. Mereka menunggu realisasi gebrakan Kejati NTT, Apakah kasus dugaan korupsi dana purna bakti DPRD Kota Kupang dan beberapa kasus korupsi lain yang merugikan negara yang sedang diproses itu suatu ‘sok terapi atau mencari popularitas? Mereka juga terus berjuang untuk menegakkan keadilan hukum di NTT. Maka mereka memberi dukungan moril kepada Kejati NTT bersama jajarannya untuk terus mengusut serta menuntas berbagai kasus dugaan korupsi yang merusak citra NTT (Pos Kupang, 28/10/2005). Dukungan terhadap Kejati NTT untuk menuntas berbagai dugaan kasus korupsi itu dinilai sebagai tanda ‘kemajuan’ besar dalam penanganan kasus dugaan korupsi di NTT. Karena penegakan hukum di NTT bisa disulam dari yang tersangka menjadi saksi (Pos Kupang, ……. ). Walaupun demikian terbetik dalam benak kita nilai penegakan hukum di Indonesia yang menunjukkan bahwa: Pertama, rakyat Indonesia pada umumnya dan mereka yang memahami logika penegakan hukum pada khususnya ‘hampir tidak berminat’ lagi terhadap penegakan hukum di NTT. Kedua, semakin bobroknya sentral penegakan hukum di negeri ini, mulai dari pusat sampai ke daerah, mulai dari Mahkamah Agung (MA) sampai aparat penegak hukum di daerah-daerah. Ketiga, bahwa ada banyak mafia ‘bisnis suap’ peradilan dalam proses penegakkan hukum di tanah air  (Timor Express,8/10/2005).
            Harapan dan kerinduan masyarakat NTT untuk menuntaskan berbagai kasus dugaan korupsi dana purna bakti DPRD Kota Kupang ini mempunyai alasan yang kuat. Pertama, NTT merupakan lahan paling subur untuk mengumpulkan kekayaan (cepat kaya, red) bagi para penegak hukum (Pos Kupang, ….. ). Kedua, struktur penanganan kasus dugaan korupsi di NTT perlu diubah apabila kita ingin menciptakan penegakkan hukum yang benar-benar pro pada kebenaran dan keadilan. Sebab, kenyataan menunjukkan bahwa belum pernah terjadi para elite NTT yang dinyatakan bersalah berhasil difoniskan untuk menikmati rumah pordeo di penjarah seperti kebanyakan rakyat kecil NTT yang hanya mencuri ayam babak belur sebelum masuk penjarah. Ketiga, kita perlu memberikan penghargaan kepada Kejati NTT dengan memberi kesempatan kepadanya untuk mempelajari dan membongkar berbagai kasus korupsi di NTT serta menyeret para pelakunya kepengadilan dengan memberikan informasi dan data-data serta bukti-bukti yang benar. Keempat, masyarakat NTT patut memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Kejati NTT atas pernyataannya yang mengatakan bahwa ‘ia tidak terpengaruh dengan uang sogokkan’.
            Beliau dalam menanggapi berbagai isu miring tentang kinerja Kejati NTT bukan dengan mempersalahkan Kejati yang sebelumnya, melainkan dia menunjukkan obsesinya sebagai Kejati yang baru, yakni: ‘ingin terjadi perubahan dalam penegakan supremasi hukum di NTT’ (Pos Kupang, 3 /10/2005). Sebagai realisasi atas pernyataannya, pertama, baru sehari bertugas, Wakil Bupati Kupang, Drs. Ruben Funai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyimpangan dana purna bakti di Kabupaten Kupang periode 1999-2004. Kedua, mengambil alih proses hukum kasus korupsi dana puna bakti di Setda Pemerintah Kota Kupang dan kasus korupsi lainnya seperti kasus korupsi pembelian dua unit kapal penampung ikan supaya ada kepastian hukum sehingga masyarakat tidak bertanya-tanya (Timor Express, 3/10/2005). Ketiga, menjelaskan secara transparan letak persoalan alasan berulang kali berkas kasus korupsi DPRD Kota Kupang yakni karena Kapolresta tak memenuhi petunjuk Jaksa (Timor Express, 25/10/2005). Tujuan Kejati NTT melakukan ekspose terhadap dana purna bakti DPRD Kota Kupang untuk menyamakan persepsi dan melakukan kordinasi dengan penyidik supaya kasus ini segera diselesaikan. Keempat, menetapkan  bupati Kupang Drs. Ibrahim A. Medah sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana penunjang DPRD Kabupaten Kupang senilai Rp 2 miliar tahun anggaran 2004. Kejati NTT yang baru, melakukannya tanpa beban karena ia bekerja sesuai dengan aturan supaya NTT bisa berubah dalam penegakan hukum. 


*Martin Jimung adalah Dosen UNWIRA Kupang. Tulisan ini sebagai bentuk dukungan moril penulis terhadap gebrakan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT dalam menangani berbagai kasus korupsi di NTT.

1 komentar:

  1. saya AHMAD SANI posisi sekarang di malaysia
    bekerja sebagai BURU BANGUNAN gaji tidak seberapa
    setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
    sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
    sempat saya putus asah dan secara kebetulan
    saya buka FB ada seseorng berkomentar
    tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
    melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
    karna di malaysia ada pemasangan
    jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
    saya minta angka sama AKI NAWE
    angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
    terima kasih banyak AKI
    kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
    rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
    bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
    terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
    jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259
    tak ada salahnya anda coba
    karna prediksi AKI tidak perna meleset
    saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan





    BalasHapus