Minggu, 21 Juni 2015

OTONOMI DESA



Martinus Jimung

             Menyebut nama desa, orang selalu mengarahkan pikirannya pada ‘daerah terpencil, kehidupan sosial masyarakat masih tradisional, masyarakat hidup dari pertanian, orangnya buta huruf dan bodoh, tidak ada sarana komunikasi, minimnya sarana dan prasana umum’ dan masih banyak persepsi orang tentang desa. Sebutan desa ini lazim dipakai pada daerah Jawa. Karena berasal dari kata Sanskrit (Sansekerta), dan pada rezim Orde Baru istilah desa ini diindotrinasikan untuk dipakai kata yang sama bagi seluruh wilayah Republik Indonesia. Sementara daerah-daerah lain di Indonesia mempunyai sebutan lain untuk desa. Misalnya, di Bali dikenal dengan nama Negara atau Negaro, di Timor dengan sebutan Kuan, di Ende dengan nama Nua, di Manggarai disebut Kedaluan, di Lamaholot dengan sebutan Lewa, di Kedang dengan sebutan Lea, dan sebagainya.
            Istilah-istilah ini apabila dianalisa lebih jauh akan menerangkan bahwa desa itu lahir atau ada sebelum adanya Negara Kesatuan Repubik Indonesia. Desa itu terbentuk secara geneologis, yakni berdasarkan kedekatan hubungan darah dalam perkawinan sehingga mereka membentuk suatu kelompok social dan mencari seorang pemimpin agar bisa mengatur kehidupan social mereka. Lebih jelasnya dapat dilihat pada wilayah kampung kita masing-masing. Di sana terdapat struktur kewenangan lokal yang sampai sekarang masih terpelihara dan diakui oleh masyarakatnya.
Pemikiran seperti ini ada sedikit benarnya. Karena desa lahir sebelum Negara ada, dan masyarakat desa mampu untuk mempertahankan kehidupan sampai pada saat ini. Mereka mengolah sendiri sumber-sumber alam dan SDM-nya untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya tanpa menunggu uluran tangan Negara. Semenjak kemerdekaan yang hamper seabad dinikmati oleh rakyat Indonesia sudah begitu banyak produk hukum dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengatur tentang desa. Seperti dari UU No. 5 Tahun 1974 sampai pada UU No. 32 Tahun 2004 berkeinginan besar untuk memberikan otonomi kepada desa yang adalah miliknya. Misalnya, UU No. 32 Tahun 2004, khususnya pasal 127 tentang desa sudah membawa angina segar bagi desa singga otonomi asli yang sebanrnya diserahkan secara penuh dan utuh kepada desa.
Otonomi desa adalah otonomi asli yang selama ini dari rezim Orde Lama, Orde Baru dan reformasi belum nampak, tetapi sekarang di era demokrasi langsung diserahkan kembali kepada pemiliknya yakni desa. Konstitusi ini menghendaki pengaturan desa disesuaikan dengan keaslian desa. Misalnya, kelembagaan adat yang selama ini ada difungsikan perannya dalam pengaturan demi perkembangan hidup dan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat desa.
Desa sekarang mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat mempunyai mata dan hati yang terbuka untuk bisa merubah serta memperbaiki nasib masyarakat desa yang selama ini dirampas haknya oleh rezim-rezim sebelumnya. Tetapi, yang menjadi tantangan adalah apakah pemerintah desa bisa menjalani otonomi asli itu secara baik demi kemajuan dan kesejahteraan? Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan lebih melibatkan masyarakat mulai dari perancanaan, pengaturan, implementasi dan pengawasan. Hal ini ditandai dengan adanya lembaga desa seperti Parlemen Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan dan lembaga-lembaga adat. Pemerintah desa dituntut agar bisa memberikan pelayanan kepada masyarakatnya sesuai dengan kebutuhan yang diprioritaskan. Pelayanan yang benar adalah sesuai dengan kebutuhan dan digunakan secara tepat sasar. Penjaring aspira rakyat dilakukan oleh lembaga-lembaga desa (BPD, Lembaga Pemberdaya dan Lembaga Adat yang ada). Aspirasi tersebut disampaikan kepada pemerintah desa untuk dibuat perencanaan dan dibahas bersama dengan Lembaga Permusyawaratan Desa yang adalah wakil rakyat di desa. Semua aspirasi yang diperioritaskan harus direalisasikan pertama dan ditetapkan dalam peraturan desa (Perdes).
Tujuan otonomi desa adalah mengembalikan keaslian desa agar bisa mengelola sendiri sumber-sumber yang ada demi meningkat kesejahteraan masyarakat desa pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar